Modernis.co, Surabaya – Tanggal 21 April merupakan momen yang pas bagi kita untuk mengenang kembali jasa Bagi Kartini keinginannya sebagai perempuan adalah untuk bebas dan mandiri. Lebih jelasnya adalah pertama, sebagai perempuan Kartini ingin diberi kesempatan mengenyam pendidikan di bangku sekolah, Kartini menulis untuk memperjuangkan emansipasi wanita.
Kartini memilih sastra sebagai perjuangannya untuk membebaskan perempuan dari kukungan budaya yang dianut masyarakat Jawa pada saat itu. Melalui sastra, Kartini ingin menyampaikan inspirasinya pada masyarakat Hindia-Belanda.
Sebagai gadis pribumi, Kartini ingin menunjukkan pada Belanda bahwa mereka juga mampu berbahasa Belanda dan menulis karangan mengenai hal-hal yang terkait dengan pribumi. Selain itu, Kartini ingin memperkenalkan Jawa melalui tulisannya.
Berbicara soal Emansipasi sebenarnya hal itu bukan hanya soal perjuangan wanita. Tokoh-tokoh pemimpin pria dalam banyak sejarah politik, sering menggunakan istilah ini. Gagasan “emansipasi” masa revolusi industri justru dikeluarkan oleh pria yang pada waktu itu memiliki banyak kesempatan untuk sekolah tinggi, beraktualisasi, berkarya, dan memimpin.
Namun jika makna emansipasi wanita Kartini ini ditarik dalam konteks kekinian maka akan mengalami pergeseran makna. Hal ini disebabkan oleh adat istiadat yang sudah berbeda pada masa kehidupan Kartini. Tidak hanya karena penguasaan yang berbeda tapi juga karena pemahaman terhadap kata emansipasi telah mengalami pergeseran.
Emansipasi wanita dianggap sebagai perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan kesamaan hak dengan lakilaki.antara perempuan dan laki dianggap benar benar setara padahal maksud emansipasi tidak sesederhana itu Emansipasi bukan hanya untuk perempuan, tapi untuk semua yang tidak mendapatkan hak haknya, atau dikatakan tidak mendapatkan keadilan
Nilai lebih yang ditunjukkan Kartini melalui tulisannya adalah sebagai bentuk perjuangan seorang perempuan untuk kemudian mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa perempuan wajib disetarakan haknya untuk menerima pendidikan.
Kartini mensejajarkan kedudukan perempuan dengan laki-laki, sehingga perempuan dapat menjadi partner berjuang laki-laki untuk membangun peradaban bangsa yang lebih baik. Namun sayangnya masa kehidupan Kartini saat itu yaitu kondisi sosial masyarakat Jepara masih kuat menganut sistem feodalisme.
Maka Tak bisa dipungkiri bahwa sistem feodalisme lah yang banyak memberikan dampak pada kehidupan masyarakat Jawa saat itu sehingga yang muncul adalah patriarkis dan akibatnya saat itu pemikiran kartini dianngap memberontak.
Hal ini lagi lagi diakibatkan karena faktor bahwa masyarakat pada zaman Kartini adalah masyarakat yang memiliki pemahaman dangkal tentang Islam, karena belum banyak umat muslim pada waktu itu yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam.
Bahkan banyak yang tidak berani memaknai Al-Quran selain sesuai dengan tuntunan adat jawa dimana hal itu mendegadrasi fungsi Al-Quran sehingga hanya bermakna simbol dan oleh pemuka agama.
Saat itu hanya sebagian surat dari Al Quran yang dipelajari sehingga masyarakat saat itu tidak banyak yang mengetahui makna untuh yang terkandung di masing- masing surat dalam al quran .
Berdasar refleksi kritis Kartini tentang Islam untuk kemudian dengan pendekatan perlahan lahan tentunya memberikan pemahaman kepada lapisan masyarakat di lingkungan jepara untuk memaknai ajaran Islam secara komprehensif. Islam mulai dimaknai secara lebih dalam, dan Al-Quran bukan hanya diajarkan cara membacanya saja yang kerap menimbulkan kebosanan.
Meskipun Kartini dikatakan memiliki pamahaman agama yang terbatas, Kartini meyakini bahwa agama memiliki peran yang besar bagi masyarakat dan peradaban manusia. Kartini memang tidak secara eksplisit menyatakan dengan jelas pentingnya agama dalam pendidikan dalam isi surat-suratnya.
Namun Etos Kartini yang semakin memperdalam ilmu tentang agama islam memberikannya sebuah pandangan bahwa dasar dari pendidikan seorang anak adalah agama yang baik, yang pertama kali diberikan oleh seorang ibu kepada anak dalam produk perangai dan budi pekerti.
Hal ini juga menginspirasinya sehingga ia mempunyai cita cita membentuk sebuah sekolah untuk perempuan yang tidak hanya memuat pelajaran umum namun juga memuat substansi pada bidang keagama hal ini juga tidak lain dengan adanya ancaman kristenisasi dari para penjajah yang mengajak umat Islam untuk masuk agama mereka.
Dibukttikan kartini dengan keseriusanya untuk belajar agama kepada Ki Soleh Darat di semarang sehingga perilakunya dapat membangkitkan kesadaran kepada para ulama untuk meningkatkan pemahaman Islam kepada masyarakat khusunya bagi perempuan dengan konsep pendidikan yang jelas.
Sehingga masa setelah Kartini kurang dari sepuluh tahun, pendidikan Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Dari sini saya mencoba menyimpulkan bahwa maksud Emansipasi yang ditekankan oleh RA Kartini adalah sebagai perempuan harusnya berusaha semaksimal mungkin mendapatkan hak haknya dalam bidang pendidikan, dengan mengecap pendidikan seluas-luasnya, setinggi- tingginya. Agar wanita juga di akui kecerdasannya dan diberi kesempatan yang sama untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimilikinya
Selain itu memaknai emansipasi kepada setiap perempuan agar dapat memposisikan dirinya dengan baik dalam keluarga maupun masyarakat untuk membentuk peradaban yang berkemajuan menjadi pelopor dalam pendidikan dalam keluarga sehingga bisa melahirkan generasi muslim yang kuat dalam Iman takwa (IMTAK) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Maka dalam memaknai hari kartini kita meniru semangat perjuangan beliau menggaunggkan semangat literasi sebagai poros pendidikan khusunya bagi perempuan sehingga emansipasi bisa di wujudkan dan tidak berbentuk perayaan seremonial semata.
*Oleh : Daffa Salsabila Putra (Kader IMM Surabaya)